Beranda Peristiwa Polisi Paling Banyak Dilaporkan Dugaan Pelanggaran HAM

Polisi Paling Banyak Dilaporkan Dugaan Pelanggaran HAM

Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah. (Foto: Wahyu/Bantennews.co.id)

MALANG – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menjadi institusi yang paling banyak dilaporkan masyarakat kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Data Komnas HAM semester pertama tahun 2024 mencatat 1.630 laporan pelanggaran HAM diduga dilakukan oleh berbagai pihak termasuk lembaga negara.

Polri menempati posisi pertama dengan 437 laporan warga. Dugaan pelanggaran itu meliputi ketidakprofesionalan dalam penanganan perkara; kriminalisasi; pengamanan berlebihan hingga menimbulkan korban jiwa seperti pada Tragedi Kanjuruhan dan sebagainya.

Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah menilai aparat masih kerap menggunakan cara-cara kekerasan menghadapi masyarakat yang tengah menyampaikan pendapat.

“Lembaga yang paling banyak diadukan adalah Kepolisian. Gas air mata didahulukan, membubarkan massa dengan memukul seperti hari-hari ini yang kita lihat dan itu tahun lalu banyak terjadi di beberapa tempat,” kata Anis di sela Konferensi Hak Asasi Manusia (HAM) ke-7 di Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Rabu (28/8/2024).

Padahal penggunaan kekuatan Polri sudah diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dan Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.

Anis menyebut, peristiwa itu bukan saja menghalangi kebebasan menyampaikan pendapat dan ekspresi, namun mengancam demokrasi di Indonesia. “Sehingga Polri menjadi pihak yang akan kami nilai (asesmen) terutama dalam mendorong implementasi tupoksi mereka,” ujar Anis.

Anis menambahkan, pihak yang juga banyak diadukan kepada Komnas HAM yakni korporasi. Keberadaan korporasi kerap memicu konflik agraria dengan warga setempat. Jumlah laporan terhadap korporasi selama paruh pertama 2024 mencapai 215 laporan.

Ada juga laporan menyangkut perorangan 172 aduan; pemerintah daerah 164 aduan dan pemerintah pusat (kementerian) sebanyak 132 aduan; BUMN/BUMD 74 aduan; lembaga peradilan 66 aduan; TNI sebanyak 40 aduan dan kelompok masyarakat, Kejaksaan, lembaga negara (non kementerian) hingga lembaga pendidikan.

Pengamanan Polisi Berlebihan 

Pola pengamanan kepolisian mendapat sorotan banyak pihak. Penggunaan gas air mata menjadi hal paling disorot publik pada aksi demonstrasi mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pilkada.

Pengamanan kepolisian di Jakarta dan Semarang tak luput dari perhatian Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti.

Penggunaan kekuatan Polri, menurut Poengky sudah diatur dalam Perkap Nomor 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan. Selain itu juga terdapat Perkap nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.

Dua aturan tersebut, menurut Poengky mesti dilaksanakan dan menjadi pedoman pihak kepolisian. “Di dua tempat (Jakarta dan Semarang) itu penggunaan gas air mata dan kekerasan berlebihan mendapat reaksi masyarakat,” kata Poengky kepada BantenNews.co.id, Kamis (29/8/2024).

Perempuan berlatar belakang aktivis HAM lulusan Northwestern University Chicago itu meminta Polri mengevaluasi pola pengamanan. “Apakah benar semua anggotanya telah bertindak profesional? Apakah tidak berlebihan dalam menembakkan gas air mata, sehingga masyarakat yang tidak ikut demonstrasi turut terkena dampaknya.”

Poengky berharap Propam sigap memeriksa anggota yang tidak profesional. Bahkan pihaknya akan mengirim surat kepada Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo untuk mengevaluasi penggunaan gas air mata dalam pengamanan aksi demonstrasi menentang revisi UU Pilkada.

Di sisi lain, lanjut Poengky, Kompolnas juga berharap kepada demonstran agar tetap menjaga situasi damai, tidak memprovokasi dan merusak bangunan milik negara.

“Membawa bambu runcing, atau membawa bom molotov. Korlap harus bertanggung jawab terhadap barisan pendemo yang dipimpinnya. Kalau sampai ada kekacauan, maka Korlap yang harus bertanggung jawab.”

Terpisah, Kepala Divisi (Kadiv) Propam Polri Irjen Pol. Abdul Karim belum merespons panggilan dan pesan singkat wartawan meski ponsel yang bersangkutan dalam kondisi aktif.

(you/red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News