Beranda Kesehatan Dinkes Banten Dorong Pencatatan Data Kelahiran untuk Tekan AKI/AKB

Dinkes Banten Dorong Pencatatan Data Kelahiran untuk Tekan AKI/AKB

Rapt evaluasi kematian ibu dan anak AMPSR (Audit Maternal Perinatal Surbeilance dan Respons) angkatan II di Hotel Le Dian, Kota Serang, Kamis (22/8/2024).

SERANG – Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten mendorong kabupaten/kota melakukan pencatatan data kelahiran dalam menekan angka kematian ibu dan angka kematian bayi (AKI/AKB) di Provinsi Banten.

Hal itu terungkap dalam rapat evaluasi mengenai kematian ibu dan anak AMPSR (Audit Maternal Perinatal Surbeilance dan Respons) angkatan II di Hotel Le Dian, Kota Serang, Kamis (22/8/2024).

Kepala Dinkes Provinsi Banten, Ati Pramudji Hastuti mengatakan, proses pencatatan angka kelahiran sangat penting.

“Hal itu karena data dari pencatatan angka kelahiran dapat diketahui apakah AKI/AKB naik atau mengalami penurunan. Karena selama ini angka AKI/AKB besar karena tak dibarengi dengan data kelahiran yang baik, sehingga terlihat besar. Padahal kalau datanya bagus itu juga bisa menekan angka AKI/AKB,” kata Ati.

Ati menjelaskan, proporsi angka kematian baik ibu dan bayi harus dibagi dengan angka kelahiran hidup.

“Misalnya, angka kematian ibu itu ada pembaginya yaitu per-100 ribu kelahiran hidup. Begitu juga bayi pembaginya per seribu kelahiran hidup. Nah kalau pelaporan kelahiran hidup sedikit maka seolah-olah angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) banyak. Padahal banyak belum dilaporkan,” katanya.

Ati menilai, faskes-faskes pertama yang menangani kelahiran untuk mengoptimalkan pelaporan setiap kelahiran.

“Ini kendalanya, faskes-faskes pertama, terutama bidan praktik, dokter praktik belum optimal membuat pelaporan. Kami juga mendorong Dinkes kabupaten/kota untuk mengeluarkan surat edaran ke faskes-faskes untuk rajin membuat laporan,” ucapnya.

Terkait upaya menekan AKI dan AKB, Ati mengungkapkan, pihaknya terus melakukan sejumlah upaya, salah satunya melakukan pelatihan. “Mereka kita latih juga, karena di beberapa tempat seperti di Kabupaten Lebak dan Pandeglang masih ada warga yang menggunakan jasa ‘dukun beranak’ untuk membantu proses persalinan,” ungkapnya.

Selain itu, lanjut Ati, peningkatan layanan ANC di puskesmas-puskemas harus ditingkatkan agar meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Salah satunya denga menyediakan alat ultrasonografi (USG) di tempat tersebut.

“Kalau di rumah sakit kan terbatas. Maknya di puksesmas-puskesmas harus ada alat USG. Selain itu, dokter-dokter umum juga kita berikan pelatihan untuk bisa menggunakan alat USG itu, sehingga kalau ada potensi yang mengakibatkan kematian ibu dan anak bisa dicegah,” katanya.

Ati mengatakan, setiap faskes juga diwajibkan mempunyai tim kedaruratan. “Baik puskesmas dengan Poned (pelayanan obstetri neinatal emergensi dasar, red) juga rumah sakit dengan Poned-nya. Karena kebanyakan (kasus) kematian ibu dan bayi ketika saat dirujuk,” katanya.

Selain itu, Ati menilai, alat transportasi ambulanse juga harus memadai dan layak menjadi transportasi rujukan. “Contoh di Lebak, kondisi geografisnya kan beda dengan diperkotaan makanya transportasinya juga harus memadai. Lalu dalam 14 hari ke depan saya akan tagih janji faskes-faskes untuk memanfaatkan aplikasi rumah sakit online, jadi kalau rujuk pasien nggak perlu lagi by telepon atau by WA (whatsapp, red). Cukup pakai aplikasi ini yang dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes),” ucapnya.

Dari sisi hulu, Ati mengaku, pihaknya terus melakukan upaya prefentif dan promotif. Salah satunya bagiamana memastikan calon ibu mendapatkan lima kali pemeriksaan selama sembilan bulan kehamilan.

“Dan yang terpenting itu pemeriksaan pada kehamilan bulan pertama dan bulan kelima. Kemudian harus dipastikan kondisi calon ibu tidak mengalami anemia (kurang darah, red), karena akan berpengaruh oada bayi yang dilahirkan, dan itu juga yang menyebabkan kematian bayi,” ujarnya.

Ati menegaskan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten dengan delapan kabupaten/kota mempunyai komitmen dalam menurunkan AKI dan AKB.

“Buktinya dulu capaian AKI AKB kita posisi tiga terbawah nasional. Tapi dalam tiga tahun terkahir kita sudah di posisi tiga teratas nasional. Tapi kita tidak berpuas diri, karena kematian ibu dan bayi masih ada, untuk itu kita perbaiki dan menjadi tantangan besar bagaimana kita bisa melakukan pemerataan faskes khsusunya di wilayah Selatan Banten,” tegasnya.

“Ini kita lakukan secara perlahan, dan kita juga akan melakukan audit maternal setiap ada kematian ibu dan anak. Kita akan panggil orang-orang yang menangani dan juga runah sakitnya. Kita berharap nggak ada kasus lagi dan jumlah kematian ibu dan anak menurun,” sambungnya.

Terkait pertemuan evaluasi, Ati mengungkapkan, hal tersebut menjadi upaya mencari gambaran baik capaian maupun kendala dalam upaya menrkan AKI dan AKB di Banten.

“Untuk kali ini kita mengundang Lebak, Kota Cilegon, Kota Tangerang dan Kabupaten Serang. Targetnya bagiamana AKI dan AKB bisa ditekan kalau bida sampai zero kematian dan meningkatnya kesehatan ibu dan anak,” ungkapnya. (ADV)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News