SERANG – Masyarakat perlu tahu perbedaan dua kondisi kesehatan yang saling berkaitan dengan kekuarangan gizi tersebut, yakni stunting dan gizi buruk.
Sekilas, keduanya mempunyai persamaan menyangkut kesehatan gizi, namun keduanya mempunyai perbedaan mendasar mengenai definisi, penyebab, sampai dampak yang diakibatkan.
Dilansir dari situs resmi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak) akibat kekuarangan gizi dalam waktu yang lama, biasanya mengacu pada seribu hari pertama kelahiran.
Dampaknya, stunting berpotensi memperlambat perkembangan otak, keterbelakangan mental, rendahnya kemampuan belajar, sampai risiko penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, hingga obesitas.
Stunting sendiri bisa dicegah dengan melakukan beberapa langkah, di antaranya:
1. Pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil.
2. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara cukup dan berkualitas.
3. Pemantauan pertumbuhan melalui posyandu.
4. Memperhatikan kebutuhan air bersih disertai kontrol ketat terhadap sanitiasi dan kebersihan lingkungan.
Sedangkan, kasus gizi buruk (malnutrisi) mengacu pada kondisi di mana tubuh tidak mendapatkan asupan gizi yang cukup, baik itu kalor, protein, maupun mikronutrien berupa vitamin dan mineral.
Berbeda dengan stunting yang bertumpu pada seribu hari pertama kelahiran, gizi buruk ditandai dengan badan yang terlalu kurus dibandingkan tinggi badannya, sedangkan stunting ditandai dengan tinggi badan yang lebih pendek dari standar usianya.
Selain itu, gizi buruk juga mempunyai dampak kronis seperti stunting, salah satunya adalah tubuh yang lebih rentan terhadap infeksi dan berbagai penyakit lainnya. Gizi buruk sendiri bisa dicegah dengan melakukan beberapa langkah, di antaranya:
1. Pemberian makanan bergizi.
2. Suplemen mikronutrien.
3. Pengobatan infeksi yang mungkin terjadi.
4. Vaksinasi.
(Red)