SERANG – Tim ahli arkeologi mendeteksi hasil temuan Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) Banten menunjukan pengaruh awal budaya India di tanah Jawa.
Temuan tersebut di antaranya, dua kepala arca dan batu berbentuk pion berjumlah lima serta temuan batu lulumpang.
Guru Besar Arkeologi UI, Prof Agus Aris Munandar mengatakan bahwa temuan arkeologi di TNUK merupakan benda penting bagi peradaban bangsa. Temuan tersebut merupakan peninggalan Hindu Saiwa sekitar abad 7 M.
“Kalau dari pandangan arkeologi ini adalah penemuan yang sangat penting bagi kita, ini menunjukkan bahwa ada pengaruh awal dari budaya India di tanah Jawa dan itu ditemukan di Taman Nasional Ujung Kulon,” ujarnya saat ditemui usai dilaksanakannya Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) oleh Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah VIII di Hotel Aston Serang, Kamis (25/7/2024).
“Temuan ini diperkirakan sekitar sebelum abad 8, mungkin abad 7, abad delapannya berkembang di Jawa bagian tengah yaitu agama Hindu Saiwa. Sebelum berkembang di Jawa bagian tengah, pengaruh budaya India sudah ada di Ujung Kulon,” ujarnya.
Kenapa dipilih Ujung Kulon? Agus menjelaskan dari sudut pelayaran, jika datang dari barat maka akan singgah ke bagian barat tanah Jawa yaitu pulau Panaitan dan Ujung Kulon.
“Dari sudut pelayaran kalau kita datang dari Barat pasti akan mampir dulu ke bagian barat tanah Jawa. Dulu pelayaran itu bukan lewat Selat Malaka, tapi masih lewat pantai barat Sumatera, akhirnya pelayar-pelayar kapal singgahnya di tanah Jawa bagian barat, di Pulau Panaitan dan Ujung Kulon,” ujarnya.
Agus menuturkan bahwa tempat tersebut ditinggalkan karena kurang ada pendukungnya.
“Engga ada pendukungnya, penduduknya berkurang karena demografinya tidak banyak sehingga terjadi pergeseran dari wilayah Ujung Kulon bergeser ke timur, lalu singgah di Pangandaran di Batu Kalde,” tuturnya.
“Dari situ, kemudian bergeser lagi ke timur sampai di tanah Jawa bagian tengah, agama Hindu lebih berkembang di sana. Jadi kebudayaan itu bisa berkembang jika ada pendukungnya. Jika penduduknya tidak ada maka tidak bisa,” ujarnya.
Pada perkembangan selanjutnya, sekitar abad 8, 9 dan 10, Selat Malaka sudah mulai dikenal dan dilalui oleh jalur pelayaran.
“Abad selanjutnya Selat Malaka telah dikenal sehingga terjadilah pelayaran melalui Selat Malaka, abad 8 sampai 10 sudah melalui Selat Malaka,” ujarnya.
Langkah lanjutan dari diskusi ini disepakati bahwa temuan ODCB di TNUK perlu diselamatkan dengan dipindahkan dari TNUK ke Museum Pemerintah Daerah setempat.
Kepala BPK Wilayah VIII, Lita Rahmiati menambahkan, tindak lanjut hasil diskusi bahwa terkait benda temuan yang mungkin bisa diselamatkan perlu dibawa atau dipindahkan.
“Tindak lanjutannya tadi sudah sepakat bahwa hasil agenda itu terkait benda yang mungkin untuk diselamatkan itu dibawa atau dipindahkan dari Ujung Kulon dan disimpan di Museum di Kabupaten atau di Museum Provinsi, itu yang mungkin untuk dipindahkan,” paparnya.
Lanjut Lita, perlu dilakukan kajian lanjutan guna lebih menguak tentang tinggalan tersebut. Program penyelamatan dan penelitian lanjutan diperlukan koordinasi yang lebih intensif dengan TNUK, BRIN, akademisi dan instansi terkait lainnya.
“Perlu ada identifikasi bebatuan, uji lab dan lainnya,” jelasnya.
Dan program penyelamatan dan penelitian lanjutan ini memerlukan koordinasi yang lebih intensif dengan TNUK, BRIN, akademisi dan instansi terkait lainnya.
Kepala Balai TNUK, Ardi Andono, mengapreasiasi BPK Wilayah VIII atas temuan di TNUK sehingga terkuak benda-benda ODCB yang penting untuk menguak sejarah di Ujung Kulon.
“Kami berterima kasih sekali kepada BPK Wilayah VIII atas inisiasinya sehingga terkuak benda-benda diduga cagar budaya di TNUK, ini penting untuk menguak sejarah tentang TNUK sendiri dulunya seperti apa, dan kenapa hingga saat ini budayanya sangat kental, ini suatu tabir yang baru terbuka,” ungkapnya.
Dikatakan Ardi, TNUK membuka diri untuk melakukan kolaborasi dan kerjasama dengan BPK Wilayah VIII.
“TNUK membuka diri dan bekerjasama dengan BPK wilayah VIII untuk bekerjasama dengan kita mengeksplorasi TNUK terkait benda-benda cagar budaya sehingga apa yang ada di kita bisa terkuak,” ucapnya.
Sebagai informasi, kegiatan diskusi ini mendatangkan para ahli di bidangnya untuk menjaring informasi dari berbagai lapisan masyarakat dan instansi, terdiri dari peneliti, arkeolog, instansi daerah di bidang kebudayaan, akademisi, pamong budaya dan pelestari Cagar Budaya yang terkait dengan temuan ODCB di TNUK.
Para peserta dan pemateri berasal dari Departemen Arkeologi UI, Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Prodi Sejarah Untirta, Prodi Sejarah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, BRIN, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pandeglang dan lainnya. (Dhe/Red)