SERANG– Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Banten mengatakan perbaikan sekaligus pelebaran jalan Nyapah-Silebu hanya dilakukan sebagian. Pembangunan tersebut sempat menjadi polemik karena masyarakat sekitar menuntut ganti rugi. Warga merasa tanahnya terkena dampak proyek.
Kepala DPUPR Banten, Arlan Marzan mengatakan diperkirakan ada sekitar 300 meter jalan yang akan dilewati pembangunannya. Jalan tersebut merupakan jalan yang diklaim oleh masyarakat belum dilakukan pembebasan dan menuntut adanya ganti rugi.
“Klaimnya masyarakat kan tanahnya belum dibebasin. Kita mah pokoknya kan itu pengalihan dari Kota Serang, nanti secara aset yang kita minta pertanggungjawaban terhadap dokumen ya di Pemkot Serang. Saat ini yang dilewat (pembangunannya) itu kalau tidak salah sekitar 300 meter yang kita lewat ” kata Arlan.
Arlan tetap mastikan bahwa perbaikan dan pelebaran akan terus dikerjakan di jalan yang tidak dipermasalahkan oleh warga sekitar. Hal tersebut juga telah menjadi kesepakatan dalam audiensi yang sempat digelar di kantor Kecamatan Walantaka, Kota Serang, Kamis (16/5/2024) lalu.
“Karena kita juga pengen pembangunan berjalan kondusif tidak ada penolakan dari warga. Terkait aset lahannya nanti kita koordinasi dengan Pemkot Serang. Nanti pemkot koordinasi dengan masyarakat. Termasuk dengan perubahannya lah,” katanya.
Arlan kembali menegaskan bahwa jalan tersebut merupakan aset milik Pemerintah Kota (Pemkot) Serang yang dilimpahkan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten. Pengerjaan kemudian sempat ditunda imbas adanya penolakan dari masyarakat yang sampai menggelar aksi memberhentikan proyek karena adanya protes dari warga.
Arlan menegaskan bahwa Dinas PUPR Banten tidak memiliki dan tidak menganggarkan untuk pembebasan lahan jalan tersebut. Total Pemprov telah menganggarkan Rp19 miliar untuk pelebaran sekaligus perbaikan Jalan Nyapah-Silebu.
“Saya bilang enggak ada (anggaran pembebasan) pada saat audiensi juga saya bilang, tidak ada anggaran pembebasan lahan. Clear itu mah udah. Kalau permohonannya yang beredar di masyarakat, itu minta Rp500 ribu per meter. Dan kita tidak ada anggarannya untuk itu ” Pungkasnya.
(Dra/red)