TANGSEL – Syakhi Januar masih was-was, saat tahu berkas pendaftarannya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA Negeri miliknya terpental saat proses verifikasi ulang secara langsung di sekolah yang ia dambakan.
Disamping melakukan pendaftaran secara online melalui website, Syakhi dan peserta PPDB lainnya masih diharuskan untuk melakukan verifikasi ulang di sekolah yang hendak didaftar.
Syakhi adalah sekian dari banyaknya peserta PPDB SMA Tangsel 2024 yang masih terus berjuang demi tercapainya bangku di sekolah impian. Ia merupakan siswa SMPN 2 Tangsel yang hendak melanjutkan pendidikannya ke SMA Negeri di Tangerang Selatan melalui jalur zonasi PPDB 2024 yang telah dibuka sejak 19 Juni lalu.
“Tadi orang tua gue ke sana, tapi katanya berkas Kartu Keluarga (KK) masih ada yang salah,” tutur Syakhi. Berkas KK miliknya dinyatakan belum memenuhi syarat karena tak menyertakan scan barcode guna memudahkan verifikasi.
Saat ini, keluh Syakhi, ia dan orang tua tengah berjibaku dengan proses pendaftaran yang memiliki syarat berjibun itu. Dirinya juga menambahkan website tempatnya mengunggah berkas persyaratan sempat mengalami error. “Tapi bentar doang, kayak nggak bisa upload foto gitu,” katanya.
Selain berjibunnya syarat-syarat berkas pendaftran itu, biang keladi keruwetan Syakhi ternyata masih ada lagi. Perihal persyaratan jarak domisili antara sekolah dan tempat tinggal dalam sistem jalur zonasi, juga membuat dirinya kepalang dan was-was.
Sebab, tempat tinggal Syakhi berada di wilayah kecamatan yang berbeda dengan sekolah yang ia tuju. Padahal sekolah yang hendak ia tuju hanya berjarak sekitar satu kilometer dari lokasi rumahnya.
Berdasarkan peraturan Kemendikbud, jarak domisili juga mempengaruhi peluang diterimanya calon siswa pada suatu sekolah.
“Zonasi harus diberi syarat lagi. Kayak gak adil, buat siswa yang emang berprestasi. Kayak misal siswa yang emang deket sama sekolah, nanti malas-malasan gak belajar tapi keterima,” keluh Syakhi.
Ia beranggapan sistem persaingan dengan jalur akademik atau prestasi justru lebih efisien dibanding persaingan melalui sistem jarak atau zonasi. Karena was-was, dirinya menempatkan opsi pendaftaran melalui jalur prestasi sebagai rencana sampingan bila ia terpental dari jalur zonasi. Keruwetan pendaftaran juga dirasakan keluarga atau wali yang ikut membantu proses tersebut.
Seperti yang diceritakan Fikri Haikal, yang ikut mendaftarkan adiknya, Fahri yang menjadi peserta PPDB SMA Tangsel.
Sejak dibukanya hari pertama PPDB, Fikri langsung tak mau ketinggalan untuk mendaftarkan adiknya melalui website PPDB Banten. Awalnya ia mengaku sempay kasak-kusuk mencari website pendaftaran PPDB Banten karena banyaknya domain dengan nama yang seragam.
Ia baru mendaftarkan melalui website resmi PPDB Banten berdasarkan info yang ia peroleh dari sosial media. “Mungkin karena keyword-nya sama semua ya, jadi awalnya bingung,” ucap Fikri.
Selagi pendaftran via online, tambahnta, Fikri diharuskan menyertakan beberapa berkas persyaratan pendaftaran PPDB. Fikri juga mengaku selama pendaftatan daring itu tak ada masalah secara teknis. “Pas hari pertama, jam 00.00 WIB langsung gue daftarin,” ujarnya.
Usai pendaftaran melalui online, adiknya juya diminta melakukan verifikasi secara langsung. “Tadi bapak gue yang langsung ke sekolahnya. Antreannya panjang banget,” kisahnya.
Fikri bercerita, berdasarkan penuturan ayahnya, antrian tampak padat. Alhasil nomor adiknya dianjurkan untuk datang pada esok hari. “Dapet antrean nomor 200-an kalau gak salah,”.
Walau begitu, Fikri mengaku proses pendaftaran sudah cukup lancar. Ia hanya menyesalkan nama domain PPDB yang seragam di internet sehingga sempat membuat dirinya sempat kasak-kusuk.
(Mg-Alf/Red)