SERANG-Dua mantan pegawai Bank Banten cabang Tangerang Selatan (Tangsel) dan seorang pengusaha didakwa melakukan korupsi Kredit Kredit Modal Kerja Kontruksi (KMKK) yang rugikan negara sebesar Rp776 juta. Mereka yaitu Rully Andriadi selaku mantan Account Officer Bank, Satrio Dwiono Lutfi Handrajati selaku mantan Manajer Bisnis Komersial Bank Banten cabang Tangsel, dan Miftahul Rizqi selaku mantan direktur CV Mega Larsindo Utama.
Dalam sidang perdana yang dipimpin oleh Arief Adikusumo pada Rabu (19/6/2024) kemarin, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tangsel, Satrio Aji Wibowo dan Helmi Rasyid bergantian membacakan dakwaan terhadap ketiga terdakwa.
Dalam dakwaan, disebutkan bahwa kasus bermula pada tahun 2018 saat CV Mega Larsindo Utama menjadi pemenang tender pembangunan Masjid Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Ketenegakerjaan RI dengan nilai kontak Rp1,065,299,00,00. Dalam kontrak disebutkan bahwa mengenai pembayaran, Kementerian akan membayarkan melalui Bank Bjb sebanyak tiga tahap.
Tahap pertama yaitu pembayaran uang muka sebesar Rp213 juta kemudian termin pertama sebesar Rp340 juta dan termin kedua sebesar Rp511 juta. Pembangunan Masjid sendiri direncanakan selesai dalam 12 hari kerja atau selesai pada 14 Juni 2018.
Saat progres pembangunan mencapai 20% pada 14 Maret 2018, terdakwa Miftahul membantu pemilik CV Mega Larasindo, Ariyanto (masih dalam pencarian) melakukan permohonan fasilitas Kredit Modal Kerja Kontruksi (KMKK) sebesar Rp1 miliar kepada Bank Banten. Mestinya pengajuan tersebut tidak bisa diajukan, tapi oleh terdakwa Rully dan Satrio, KMK tersebut tetap diproses.
“Rully Andiriadi bersama-sama dengan Satrio Dwiono Lutfi Handrajati secara melawan hukum tetap memproses dan melakukan pemberian kredit berupa Kredit Modal Kerja Kontruksi (KMKK) kepada terdakwa selaku Direktur CV Mega Larasindo Utama,” kata JPU.
Miftahul kenal dengan Satrio dan Rully melalui Ariyanto. Dalam prosesnya, Satrio dan Rully tidak pernah memastikan penyaluran tagihan termin proyek tersebut dari Kementerian kepada CV Mega Larsindo. Padahal, hal tersebut menyalahi SOP karena nantinya berpengaruh kepada Bank Banten yang tidak bisa melakukan auto debit.
Pada tanggal 9 Mei 2018 kemudian komiter kredit yang terdiri dari saksi Lekso, terdakwa Satrio dan Rully kemudian memberikan persetujuan KMK dengan plafon sebesar Rp550 juta dengan jangka waktu perjanjian kredit selama 5 bulan.
“Bahwa penandatanganan perjanjian kredit sampai dengan penarikan kredit terdapat persyaratan penandatanganan kredit dan persyaratan penarikan kredit yang tidak dipenuhi oleh CV Mega Larsindo Utama selaku debitur,” imbuhnya.
Kemudian pada tanggal 14 Mei 2018 meski beberapa persyaratan tidak terpenuhi, dilakukan pencairan tahap pertama sebesar Rp328,5 juta dan tahap kedua pada 28 Mei 2018 sebesar Rp167 juta.
Lalu pada 21 September 2018, proyek pembangunan Masjid tersebut rampung dan Kementerian Ketenagakerjaan RI membayarkan nilai kontrak tersebut seluruhnya kepada CV Mega Larsindo melalui Bank Bjb.
Uang pencairan tersebut kemudian tidak dibayarkan kepada Bank Banten dan malahan uang sebesar kurang lebih Rp600 juta diserahkan terdakwa Miftahul kepada Ariyanto, sedangkan sisanya Rp200 juta dipergunakan untuk membayar material dan tukang serta gaji dirinya.
“Sehingga baik terdakwa dan saudara Ariyanto tidak melakukan pembayaran Kredit Modal Kerja Kontruksi (KMKK) kepada Bank Pembangunan Daerah Banten,” tuturnya.
Akhirnya pada tanggal 25 Maret 2021, KMKK CV Mega Larasindo macet dengan kolektabilitas 5. Total kewajiban yang harus dibayar dan jadi kerugian negara yaitu Rp776 juta dengan rincian tunggakan pokok Rp546 juta, tunggakan bunga Rp164 juta, dan tunggakan denda Rp65,7 juta.
Karena kejadian tersebut, ketiganya didakwa melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tipikor.
(Dra/red)