SERANG – Sidang lanjutan kasus korupsi dana Program Indonesia Pintar (PIP) SD di Kota Serang memanggil saksi Sandi Supyandi selaku tenaga ahli pribadi anggota DPR RI Komisi X, Syaiful Huda. Sandi merupakan orang yang disebut-sebut menerima potongan sebesar 60 persen dari total dana PIP jalur aspirasi untuk SD di Kota Serang.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Serang itu pada Rabu (15/5/2024) kemarin, Sandi hadir sebagai saksi bersama 2 perwakilan dari Kemendikbud yaitu Staf Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bagian penandatangan Surat Perintah Membayar (SPM) Haryanto dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PIP, Rakean Sundayana.
Dalam kesaksiannya, Sandi mengatakan pengajuan PIP merupakan inisiatif terdakwa Tb Iskandar yang meminta tolong kepada dirinya agar dapat mengajukan dana PIP. Kata Sandi, Tb Iskandar berniat menjadi calon anggota legislatif (Caleg).
“Beliau Tb Iskandar menyampaikan ini bagus untuk pengembangan karena beliau niat menjadi (anggota) DPR,” kata Supyandi di depan majelis hakim yang dipimpin Arief Adikusumo
Sandi kemudian membantu pengusulan dari Tb Iskandar dengan menginput data-data yang diserahkan kepadanya melalui aplikasi Sipintar. Saat pertemuan awal dengan Tb Iskandar pun, Sandi mengatakan ia hanya sebatas menjelaskan bahwa pengajuan PIP jalur aspirasi hanya untuk siswa miskin dan bukan untuk keperluan sekolah.
“Saya jelaskan hanya global saja (ke Tb Iskandar kalau) teknis ya silakan baca (peraturannya) saja,” imbuhnya.
Namun, pada kenyataannya kepala sekolah tidak menyalurkan dana tersebut kepada siswa dan malah menggunakannya untuk rehab sekolah.
Sandi mengaku pertemuannya dengan Tb Iskandar saat Tb Iskandar memberikan data siswa kepadanya di Soreang, Bandung pada Februari 2021 silam. Lalu saat SK pemberian PIP keluar yang isinya penerima PIP yang dapat bantuan, Sandi hanya memberi tahu Tb Iskandar melalui telepon.
Ia mengaku telah 2 kali membantu pengajuan PIP jalur aspirasi yaitu 2021 dan 2022. Dirinya mengaku tidak sendirian dalam menginput data-data siswa tapi dibantu oleh Panji dan koordinatornya bernama Wawan. Ia juga mengaku inisiatifnya sendiri untuk menginput data-data siswa tersebut dan bukan perintah dari Syaiful Huda.
Saat dicecar hakim apakah betul ia menerima potongan 60 persen dari pengajuan PIP tersebut, Sandi membantah dan bersikukuh tidak mendapatkan uang sepeser pun. Padahal, namanya disebut dalam dakwaan jaksa penuntut bahwa ia yang meminta jatah potongan 60 persen kepada Tb Iskandar ketika dana PIP cair.
“Enggak ada yang mulia,” ujar Sandi.
Saksi lainnya, Rakean mengatakan dari data di Kemendikbud memang tidak diketahui bahwa dana PIP ada yang tidak tersalurkan. Data yang dirujuk merupakan penerimaan siswa melalui rekening masing-masing siswa dan tidak mengetahui bahwa saat cair, siswa mendapatkan pemotongan.
Kemendikbud baru tahu ada penyelewengan setelah dipanggil ke Polda Banten untuk dimintai keterangan sebagai saksi. Pihaknya juga mengakui bahwa bisa dicairkannya dana PIP dengan surat kuasa merupakan kelemahan sistem yang dimanfaatkan sejumlah pihak yang tak bertanggungjawab.
“Tidak terdeteksi sebenarnya (ada penyelewengan) kami hanya menetapkan bahwa aturannya begini. Prinsipnya harus dilakukan oleh orang tua atau wali untuk aktivasi rekening tapi kami perbolehkan kuasa kepada hanya kepala sektor pendidikan dengan alasan tertentu seperti kondisi yang jauh, kondisi bencana, dan kondisi sulit lainnya seperti siswanya disabilitas,” kata Rakean.
Saat ditanya kenapa pengajuan PIP yang dilakukan Tb Iskandar bisa melalui anggota DPR RI yang dapilnya dari Jawa Barat, ia mengatakan ada permintaan Komisi X itu (pengajuan PIP) hanya perwakilan dari masing-masing partai. “Ada yang di luar dapilnya dititip,” imbuhnya.
Dari total Rp1,6 miliar dana yang cair untuk PIP SD di Kota Serang yang diajukan lewat Syaiful Huda, hanya sekitar 8 persen atau Rp134 juta yang diterima siswa. Hakim kemudian meminta agar ada perbaikan sistem di kementerian agar hal tersebut tidak terjadi terus menerus.
“Itu bukan bocor itu tumpah cuma 8 persen yang diterima. Ada anak bangsa yang menunggu itu,” kata hakim Ad Hoc Tipikor, Mohamad Holy One Nurdin Singadimedja.
Saat para terdakwa diberi kesempatan apakah ada yang ingin disanggah dari pernyataan para saksi, kedua terdakwa mengaku cukup dan menyetujui semua perkataan saksi.
“Cukup yang mulia, semuanya orang-orang hebat,” kata Tb Iskandar.
(Dra/red)