SERANG – Kasus korupsi Pasar Grogol, Kota Cilegon kembali masuk ke meja persidangan Pengadilan Tipikor Serang, Rabu (3/1/2024). Kasus tersebut dapat kembali disidangkan setelah putusan Pengadilan Tinggi (PT) Banten yang mengabulkan perlawanan yang diajukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Cilegon.
Ada yang berbeda dalam lanjutan persidangan kasus korupsi Pasar Grogol tersebut. Para terdakwa yaitu mantan Kepala Disperindag Kota Cilegon Tb Dikrie Maulawardhana, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Disperindag Kota Cilegon Bagus Ardanto dan Septer Edward Sihol, kontraktor CV Edo Putra Pratama tidak kembali ditahan di Rutan Kelas IIB Serang.
Ketiganya akan selalu menghadiri persidangan dari rumah masing-masing karena dalam putusan sela sebelumnya hakim telah memerintahkan ketiganya untuk dibebaskan dari tahanan. Hakim Dedy Ady Saputra dalam persidangan mengatakan, hakim tidak akan melakukan penahanan kecuali para terdakwa kooperatif dan selalu hadir setiap sidang digelar.
“Tolong para terdakwa kooperatif menghormati (setiap) agenda persidangan berikutnya. Tapi jika tidak kooperatif majelis hakim bisa memutuskan untuk kembali ditahan,” kata Dedy saat awal persidangan.
Sidang kembali digelar dengan langsung masuk ke materi perkara yaitu pembuktian Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan menghadirkan saksi-saksi. Dalam sidang itu, tiga saksi yang dihadirkan serta didengarkan keterangannya yaitu Deni Yuliandi selaku mantan Kepala Kelurahan Kotasari, Hendra Pradipta mantan Kasi Perencanaan BPKAD Cilegon, dan Edi Herdanto pegawai Dinas Perkim Kota Cilegon.
Diketahui sebelumnya ketiga terdakwa didakwa melakukan korupsi proyek pembangunan Pasar Grogol tahun 2018 senilai Rp2 miliar. Bangunan pasar tersebut akhirnya tidak dapat digunakan karena dinilai tidak memenuhi standar fasilitas maupun lokasi. Di samping itu, proses tender yang dimenangkan oleh CV Edo Pratama dinilai tidak sesuai prosedur. Akibatnya terjadi kerugian negara sebesar Rp966 juta.
JPU juga menyebut CV Edo Putra Pratama sebagai pemenang tender tidak memenuhi kualifikasi. “Proses tender hanya bersifat pemeriksaaan administrasi dokumen tapi tidak memastikan keabsahan dan realita yang seharusnya dipastikan dan dibuktikan kebenarannya untuk memastikan memilih penyedia jasa konstruksi yang tepat agar proyek dapat diselesaikan sesuai rencana,” ujar JPU Achmad Afriansyah dalam sidang dakwaan pada Senin (25/9/2023) lalu.
Selain itu, lokasi pasar dinilai menyalahi aturan karena tidak dibangun di lahan milik Pemda. Terdakwa Septer memindahkan lokasi pasar ke Puri Krakatau Hijau yang merupakan lahan milik sebuah perusahaan pengembang, PT Laguna Cipta Karya. Terdakwa Septer juga belakangan diketahui bukanlah pemilik CV. Ia hanya meminjam bendera CV Edo Putra Pratama yang merupakan milik Neti Susmaida.
Pembangunan hanya mencapai 62,9 persen dan molor dari waktu pengerjaan. Selain itu, bangunan pasar banyak mengalami kerusakan. Berdasarkan audit dari Inspektorat Provinsi Banten kerugian negara ditaksir mencapai Rp966 juta.
Perbuatan ketiga terdakwa diancam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Dra/red)