SERANG – Belakangan ini pembahasan mengenai stunting semakin ramai menjadi perbincangan. Lantaran Gibran Rakabuming Raka salah menyebut asam folat untuk ibu hamil menjadi asam sulfat.
Seperti yang diketahui, stunting adalah masalah yang cukup banyak mendapat perhatian di Indonesia. Jokowi sudah melakukan beberapa program untuk mencegah dan mengatasi stunting.
Menurut UNICEF, stunting disebabkan anak kekurangan gizi dalam dua tahun usianya, ibu kekurangan nutrisi saat kehamilan, dan sanitasi yang buruk.
Saat ini, prevalensi stunting di Indonesia adalah 21,6%, sementara target yang ingin dicapai adalah 14% pada 2024.
Karena menjelang Pemilu 2024 tentu saja isu ini menjadi perhatian khalayak. Lantas bagaimana startegi para capres dan cawapres dalam mengatasi isu ini. Berikut ulasannya.
Anies-Muhaimin
Menurut Anies masalah stunting tidak bisa diselesaikan dalam sekejap. Lantaran stunting itu dimulai dari calon ibu.
“Gini-gini, menangani stunting itu tidak pada usia sekolah. Menangani stunting itu sebelum ibu hamil,” kata Anies
Mengacu pada masalah ini, Anies menyatakan bahwa sejak dirinya menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta sudah membuat program BAGIMU.
“Kemudian dipastikan, kami membuat nama programnya di Jakarta itu ada program BAGIMU, bahagiakan anak, berikan gizi yang cukup dan stimulasi anak,” tambah Anies.
Anies mengungkap tak hanya masala gizi saja tetapi juga kebahagiaan dan stimulasi.
Prabowo-Gibran
Prabowo Subianto pernah bilang bisa menekan angka stunting di Indonesia hingga di bawah 10% jika dirinya jadi Presiden.
Untuk mencapai mimpinya tersebut, Prabowo dan Gibran memiliki program makan siang dan bagi-bagi susu gratis ke sekolah-sekolah.
Menariknya, Prabowo mencanangkan program makan siang gratis dengan anggaran Rp400 triliun yang berasal dari realokasi dana bantuan sosial, pendidikan, hingga kesehatan.
Ganjar-Mahfud
Tentunya berbeda dengan 2 paslon di atas, Ganjar-Mahfud akan menekan angka stunting di Indonesia dengan program satu desa satu fasilitas kesehatan (faskes), 1 tenaga kesehatan (nakes), salah satu strategi untuk menurunkan angka stunting.
“Akses kesehatan yang mesti dibikin ya 1 desa, 1 puskesmas, dan 1 nakes atau dokter. Itu mesti kita wujudkan,” kata Ganjar.
Menurut Ganjar, program tersebut bakal mampu mengatasi persoalan stunting mulai dari pencegahan, yakni dari masa penanganan ibu hamil. Sebab nantinya akan ada dokter atau nakes yang melakukan pemantauan agar anak Indonesia terbebas dari stunting.
Lantas apakah langkah yang diambil ketiga paslon sudah tepat? Berikut ulasannya.
Visi-Misi Paslon 3 Capres-Cawapres Perlu Dipertajam
Menurut CISDI sebuah organisasi yang fokus dengan kesehatan publik. Respon setiap paslon mengenai stunting harus dipertajam lagi.
CISDI juga menilai kalau masalah stunting harus dilihat sebagai satu isu yang berkelindan dengan faktor lain. Hal itu berarti penangannya harus dari segala arah bukan hanya dari masalah gizi saja.
Salah satunya program milik Prabowo-Gibran yang malah memicu diskursu cukup intens di dunia maya mengenai pencegahan stunting ini.
“Kalau makan siang gratis ini tentunya membantu sekali ya. Tapi kalau dilihat jangka panjang dan berkelanjutan mungkin hanya jadi program quick relief saja istilahnya,” ungkap Chief of Research and Policy CISDI, Olivia Herlinda.
“Soal susu gratis, susu yang ada di Indonesia sekarang ini terutama dalam kemasan kebanyakan mengandung pemanis tambahan, gula. Jadi tentunya itu malah bisa menjadi pedang bermata dua juga begitu,” imbuhnya.
Di sisi lain faktor penyebab stunting itu kan banyak, bukan hanya dari satu kali makan saja. Hal terpenting adalah isu stunting ini menyasar permasalahan mendasarnya dan memastikan secara berkelanjutan anak serta ibu hamil bisa mendapatkan akses ke nutrisi yang cukup.
Tak hanya itu, penguatan pada layanan kesehatan juga perlu. Mulai dari memastikan kualitas nakes dan layanannya. Selain itu, tak hanya mengenai pelayanan kesehatan saja. Ada beberapa isu yang perlu diperhatikan oleh pemerintah mulai dari sanitasi, isu kemiskinan, hingga isu gender.
(Red/suara.com)