Beranda Hukum Mantan Walikota Cilegon Diduga Terima Rp500 juta di Kasus Korupsi Kapal Tunda

Mantan Walikota Cilegon Diduga Terima Rp500 juta di Kasus Korupsi Kapal Tunda

Ilustrasi - foto istimewa tribunnews.com

SERANG – Nama mantan Walikota Cilegon, Edi Ariadi disebut sebut menerima uang sebesar Rp500 juta di kasus korupsi pengadaan kapal tunda PT PCM.

Hal tersebut terungkap dalam persidangan perdana kasus tersebut dengan terdakwa tunggal Dirut PT Am Indo Tek, RM Aryo Maulana Bagus pada Senin (4/12/2023) lalu.

Dalam dakwaan JPU, Edi Ariadi disebut menjadi 1 dari 8 orang yang menerima uang.

“Edi Ariadi sebanyak Rp500 juta dan USD 1.060,” kata JPU Achmad Afriansyah saat membacakan dakwaan.

Selain Edi, nama-nama lain yang disebut menerima uang juga beberapanya merupakan mantan direksi PT PCM, yaitu Arief Rivai 4,2 miliar dan USD 2.120, Edi Ariadi Rp 500 juta dan USD 1.060, Akmal Dirmansyah Rp 70 juta daan USD 1.920, Aditria Fachrul Rozi Rp 100 juta, M Iqbal Kusuma Farizan Rp 20 juta, Ridia Al Qaddrina Rp 10 juta, Antok Subiantoro, USD 1.452, dan Rifatussauqi USD 50.

Dijelaskan juga dalam dakwaan, Aryo didakwa melakukan korupsi pengadan kapal tunda tahun 2019 di PT PCM. PT PCM kemudian menunjuk PT AM Indo Tek dalam pengadaan kapal tunda dengan kapasitas 4.000 HP dengan dijanjikan akan diberikan proyek pengelolaan lahan Warnasari milik PT PCM.

Padahal PT PCM tahu jika PT AM Indo Tek tidak memiliki kualifikasi usaha dalam bidang izin Usaha Angkutan Laut/SIUPAL serta tidak memiliki pengalaman dalam usaha bidang perkapalan.

Terdakwa kemudian mengajak mantan Dirut PT PCM almarhum Arief Rivai dan Direktur Operasional PT PCM Akmal Firmansyah ke Singapura untuk diperlihatkan kapal tunda jenis tugboat ASD Tug Brecon Vessel 29m ASD/Towing Tug tahun 2016 untuk meyakinkan mereka. Kapal itu dihargai Rp73 Miliar.

“Padahal kapal yang terdakwa perlihatkan bukan milik PT AM Indo Tek,” kata JPU Kejari Cilegon, Achmad Afriansyah.

Terdakwa kemudian tidak melakukan kajian teknis, finansial dan bisnis tapi tetap disetujui oleh Arief Rivai. Kemudian terdakwa tidak dapat memenuhi pengadaan kapal setelah 6 bulan sejak tandatangan perjanjian kerja sama pada 8 April 2019.

“Terjadi kerugian negara sebesar Rp23,6 miliar sebagai akibat dari proses KSO pembelian kapal secara patungan yang tidak sesuai ketentuan,” kata Ahmad.

Perbuatan terdakwa diancam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

(Dra/red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News