SERANG – Penyerapan APBD Pemprov Banten sampai akhir tahun ini baru 68 persen dari total anggaran Rp 11,3 triliun. Paling kecil, penyerapan ada di sektor infrastruktur dan pendidikan.
“Paling kecil di PU (pekerjaan umum), dan (dinas) pendidikan yang lebih banyak operasional bukan fisik,” kata Gubernur Banten Wahidin Halim dilansir dari Detikcom, Jumat (23/11/2018).
Menurutnya, meski serapan anggaran jelang tutup tahun kecil, ia menganggapnya normal. Karena, ada program yang tidak melulu menghabiskan anggaran.
“Kamu tahu sendiri jaman dulu dengan sekarang. Coba berusaha memahaminya, nggak ada masalah. Normal aja jangan dipaksain ngabisi anggaran,” katanya lagi.
Sementara, Kepala Biro Administrasi Pembangunan (Adpem) Mahdani, mengatakan bahwa serapan anggaran 68 persen jelang akhir tahun adalah catatan sampai bulan Oktober. Serapan ini kemungkinan akan bertambah karena laporan penyerapan pada November belum dilaporkan kepada gubernur. “Jadi masih kemungkinan serapan akan naik,” katanya.
Ia juga mengakui bahwa penyerapan anggaran paling sedikit ada di Dinas Pekerjaam Umum dan Dinas Pendidikan. Permasalahannya ada di pekerjaan yang memang jatuh tempo pada November.
Selain itu, ada berbagai proyek yang gagal lelang setelah APBD pada tahun 2018 disahkan. Bahkan, hingga ada lelang yang baru dikerjakan bulan April jelang pertengahan tahun. Menurutnya, serapan angagran ini bisa berubah jelang akhir November karena ada berbagai proyek Pemprov yang jatuh tempo di bulan ini.
“Jadi bisa nambah di akhir tahun. ada beberapa belum bayar (proyek) fisik, ada yang kontrak akhir tahun,” katanya.
Untuk diketahui, sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) Provinsi Banten tahun 2017 mencapai Rp 996 miliar. Organisasi perangkat daerah (OPD) yang rendah serapannya antara lain Dinas Kesehatan, Dinas Perkim, RSU Malingping, Biro Umum, Biro Administrasi Rumah Tangga Pimpinan (ARTP) dan Diskominfo.
Realisasi APBD 2017 sebesar 90,35 persen dari total Rp 10,7 Triliun. Nilai Silpa sampai akhir Desember itu Rp 996 miliar. Silpa tersebut disebabkan berbagai hal, seperti gagal lelang, efisiensi dari hasil pengadaan barang/jasa, dan efisiensi kegiatan OPD.
”Kontribusi paling besar itu efisiensi OPD. Kalau yang gagal lelang kecil, karena cuma ada tiga proyek yang gagal lelang. Lebih besar efisiensi, kan seperti SPPD (perjalanan dinas) yang tidak dilaksanakan,” tuturnya. (Red)