Beranda Opini Anatomi Pembangunan Cilegon

Anatomi Pembangunan Cilegon

Pegiat Literasi, Moch. Nasir SH. (doc.pribadi)

Oleh : Moch. Nasir SH,
Pegiat Literasi

Kota Cilegon resmi berdiri  tahun 1999 lalu. Selama kurun waktu itu, Cilegon telah mengalami fase kepemimpinan. Jika dihitung berdasarkan personal kepemimpinan, fase itu bisa dikategorikan adanya fase kepemimpinan Walikota pertama Tb. Aat Syafa’at, fase kepemimpinan Walikota kedua Tb. Iman Aryadi/Edi Eriadi dan fase kepemimpinan Walikota ketiga, Helldy Agustian.

Tulisan ini saya maksudkan untuk merekam jejak pembangunan Kota Cilegon berdasarkan fase kepemimpinan Walikota di atas. Jejak pembangunan selama kurun waktu itu, tentu saja tidak bisa dimuat secara keseluruhan dalam catatan ini dengan keterbatasan halaman. Saya mencoba memberikan catatan dalam bidang tertentu yang kita anggap penting sebagai bagian dari catatan sejarah pembangunan daerah.

Pembangunan Bidang Pendidikan

Ketika Cilegon diserahkan oleh Kabupaten Serang sebagai daerah yang otonom, kondisi sarana pendidikan dasar di Cilegon sangat memprihatinkan. Dari jumlah ruang kelas sebanyak 1.113 lokal yang tersebar di beberapa Sekolah Dasar Negeri (SDN) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI), hanya 293 lokal (25,91%) dalam kondisi baik, sisanya 883 lokal (74,09%) dalam kondisi rusak. Setelah ditangani Pemkot Cilegon, hingga tahun 2006 ruang kelas bertambah 1.229 lokal, sementara semua lokal yang rusak sudah direhabilitasi.

Demikian halnya dengan pendidikan tingkat lanjutan, di Cilegon hanya ada satu SMP Negeri, sekarang dikenal SMPN 1. Namun berkat komitmen yang kuat untuk memajukan pendidikan sesuai cita-cita pembentukan Kota Cilegon, digenjot pembangunan sekolah tingkat SMPN yang tersebar di wilayah Kota Cilegon. Sampai tahun 2009, telah berdiri 11 SMPN.

Sejalan dengan sekolah tingkat SLTA. Berkat upaya dan kerja keras Pemkot Cilegon, berhasil dibangun beberapa SLTA Negeri dengan rincian SMAN 5 sekolah, SMKN 3 sekolah. Dalam rangka mengupayakan pendidikan gratis, mulai tahun ajaran 2007-2008, Pemkot Cilegon membebaskan Dana Sumbangan Pendidikan (DSP) dan SPP yang saat itu menjadi keluhan orang tua murid baik tingkat SLTP maupun SLTA. Pembebasan DSP dan SPP ini berlaku bagi SLTP dan SLTA Negeri. Adapun dana yang digelontorkan untuk pembebasan DSP sebesar Rp4 miliar lebih untuk setiap tahun. Pemkot Cilegon sangat perhatian terhadap keberlanjutan pendidikan bagi masyarakat, khususnya bagi warga miskin dan berprestasi. Dengan optimalisasi pelayanan pendidikan melalui lanjutan bea siswa dikdasmen/PTN/swasta, tiap tahun digelontorkan bea siswa tak kurang dari Rp5 miliar untuk tiap tahun, hanya saja pelaksanaannya tidak dibikin heboh seperti sekarang ini.

Pembangunan Bidang Kesehatan

Pemkot Cilegon berhasil membangun fasilitas kesehatan yakni RSUD yang terletak di Kecamatan Jombang. Dalam waktu 7 tahun, RSUD yang semula berstatus tipe C, berhasil naik kelas menjadi tipe B. Peningkatan status ini karena dianggap saat itu RSUD telah dilengkapi dengan sarana dan prasarana medis yang memadai. Berbarengan dengan itu, masyarakatpun dibebaskan biaya berobat dan rawat inap di RSUD khusus untuk warga miskin yang dirawat di Kelas 3.

Upaya lain dalam pembangunan bidang kesehatan ini, ditempuh melalui upaya peningkatan derajat kesehatan yang ditandai dengan penambahan sarana dan prasana kesehatan seperti pembangunan Puskesmas di beberapa Kecamatan yang dilengkapi dengan sarana rawat inap.

Pembangunan Bidang Infrastruktur

Pembangunan infrastruktur sebagai bagian dari sarana dan prasarana wilayah mendapat perhatian yang serius. Sarana dan prasarana wilayah merupakan kunci dalam rangka mengurangi kesenjangan. Salah satu sarana dan prasarana wilayah yang amat penting yakni jalan. Jalan merupakan infrastruktur yang amat penting dalam rangka untuk menghubungkan daerah sekaligus meningkatkan perekonomian, mobilitas penduduk maupun barang.

Oleh karena itu, program pembangunan jalan dikebut melalui kegiatan peningkatan, pemeliharan dan pelebaran jalan. Data awal kondisi jalan di Cilegon tahun 1999 tercatat panjang jalan 195,5 km, tahun 2005 meningkat 262,66 km dan tahun 2010 meningkat menjadi 295,55 km. Itu artinya ada penambahan pembangunan jalan baru.

Sedangkan untuk kegiatan peningkatan, pemeliharaan dan pelebaran, menurut data yang ada sejak tahun 2000 hingga 2010, telah dilakukan perbaikan baik pemeliharaan, peningkatan dan pelebaran sejumlah 103 ruas jalan dengan volume 144,436 km. Di antara jalan tersebut sebagian dilakukan dengan konstruksi cor beton, sebagian lagi dengan aspal. Di samping ruas jalan di atas, berhasil pula dibangun ruas jalan. Di antaranya jalan Sultan-Kranggot, jalan Batu Payung – Cipala, jalan Cipala-Tamansari, jalan Griya Praja Mandiri, jalan Sumampir-Martapura.

Infrastuktur lain yang amat penting sebagai pembangunan yang monumental dan dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat Cilegon yakni program pembangunan yang disebut 4 Mega Proyek yakni Pembangunan Jalan Lingkar Selatan (JLS), Pembangunan Pasar Kota dan Pembangunan Terminal Terpadu Merak (TTM) dan Pembangunan Pelabuhan Warnasari. JLS merupakan karya pembangunan yang amat penting dan monumental. Jalan sepanjang 15,7 km yang membentang dari PCI hingga Ciwandan tersebut telah membawa dampak positif. Bukan hanya bagi kepentingan industri dan pariwisata, tetapi telah berhasil mendongkrak kehidupan ekonomi maupun sosial khususnya masyarakat sekitar dan masyarakat Cilegon pada umumnya.

Lalu Pasar Kota atau orang menyebutnya Pasar Kranggot. Infrastruktur ini merupakan bagian terpenting bagi upaya pemerintah daerah dalam rangka menumbuh kembangkan perekenomian rakyat. Pasar Kranggot dibangun untuk merelokasi Pasar Lama yang sudah tidak representatif. Luas Pasar Kranggot sekitar 4,2 hektare dan memiliki sarana 2.362 unit toko/kios/los.

Sedangkan TTM, dibangun atas dasar pertimbangan Kota Cilegon merupakan kota transit dan sebagai pintu gerbang antar pulau yakni Sumatera dan Jawa. TTM adalah prasarana yang amat vital dalam bidang perhubungan baik darat maupun laut mengingat disampingnya adalah pelabuhan penyeberangan dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera dan sebaliknya. Konsep ideal pembangunan TTM ini memadukan tiga moda transportasi yakni moda angkutan darat, laut dan kereta api. Hanya lantaran perkembangan regulasi kewenangan, TTM akhirnya diambil alih oleh Pemerintah Pusat. Sungguhpun demikian, jejak pembangunan tetap akan terpatri bahwa pembangunan TTM adalah bagian dari keberhasilan pembangunan Kota Cilegon.

Sementara itu, pembangunan Pelabuhan Kubangsari yang sekarang berganti menjadi Pelabuhan Warnasari, digadang-gadang sebagai upaya untuk mendongkrak PAD jika pelabuhannya sudah terealisasi, ternyata mempunyai sejarah dan lakon yang panjang lantaran banyak sekali kendala yang dihadapi baik dari aspek politis maupun regulasi yang berbenturan dengan kepentingan hingga akhirnya sampai saat ini belum terlaksana. Namun perlu dicatat bahwa embrio untuk pelaksanaan pembangunan Warnasari hingga saat ini masih berjalan yang ditandai dengan adanya PT. Pelabuhan Cilegon Mandiri (PCM) yang sejak awal dibentuk sebagai BUMD untuk melaksanakan pembangunan pelabuhan itu.

Tentu saja masyarakat Cilegon masih berharap bahwa Pelabuhan Warnasari akan tetap terlaksana, siapapun Walikotanya. Kalaupun Walikota sekarang belum siap atau tidak siap untuk merealisasikan, mudah-mudahan Walikota ke depan bisa merealisasikan  sebagai pelaksanaan amanat rakyat yang sudah tertuang dalam RPJP maupun RPJMD. Ibarat tubuh manusia yang mempunyai bagian dan struktur tertentu, maka apa yang saya kemukakan di atas merupakan bagian tak terpisahkan dari sebuah anatomi yakni anatomi tentang Pembangunan Kota Cilegon.

Anatomi pembangunan di atas, merupakan karya besar dari kepemimpin Walikota fase pertama yakni Tb. Aat Syafa’at. Adapun untuk pembangunan selanjutnya, dilaksanakan oleh Walikota Cilegon fase kedua yakni Walikota Tb. Iman Aryadi. Pembangunan infrastruktur tetap menjadi prioritas sebagai  pembangunan sarana prasarana wilayah. Pada periode ini banyak sekali pembangunan fisik jalan yang menggunakan cor beton. Satu di antara pembangunan jalan itu antara lain yang menghubungkan wilayah kota sampai ke ujung perkampungan seperti dari Pagebangan sampai ke Cikerai, Jalan Temuputih dan sebagainya. Yang dapat dilihat dari pembangunan infrastruktur era Walikota Tb. Iman Aryadi/Edi Eriadi adalah membangun infrastruktur yang bersinggungan pula dengan penataan kota agar secara visual dapat dilihat dan dinikmati oleh masyarakat umum.

Pembangunan infrastruktur ini antara lain, pembangunan Alun-Alun Kota, pembangunan Tugu atau Landmark di Simpang Tiga, pembangunan Taman Kota seperti Taman Layak Anak, Taman Simpang Tiga, Taman Al Hadid, Taman Al-Ikhlas, Taman Kecamatan, Tugu atau pintu Gerbang Batas Kota yang terletak di akses tol Cilegon Timur dan di ujung Ciwandan termasuk juga taman penghias jalan yang membentang dari PCI hingga pusat pemerintahan.

Demikian bagian kecil dari anatomi pembangunan Kota Cilegon masa lalu. Catatan ini penting dikemukakan mengingat saat ini sering muncul pertanyaan satire, “Kemana saja Walikota yang dulu”. Jika ada pertanyaan seperti itu, maka catatan kecil inilah bagian dari jawabannya. Sebaliknya yang patut dipertanyakan saat ini justru apa yang sudah dilakukan oleh Walikota fase ketiga pada kepemimpinan Helldy Agustian saat ini dalam membangun infrastruktur yang monumental di Kota Cilegon?.

Untuk menjawab pertanyaan ini, jujur saya tidak punya kapasitas untuk itu. Biarlah masyarakat yang melihat dan menilai berdasarkan kondisi riil saat ini. Tentu masyarakat bisa menyimpulkan atas dasar objektifitas, bukan atas dasar pencitraan yang dipaksakan termasuk gimik-gimik pembangunan seremonial. Sekali lagi, jika ada yang bertanya, “Kemana saja Walikota yang dulu”, maka catatan kecil inilah bagian dari jawabannya. (*)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News