KAB. SERANG – Empat pelaku begal motor yang kerap beraksi di wilayah Kota Tangerang dan Kabupaten Serang ditangkap polisi. Dalam menjalankan aksi, keempatnya mengaku sebagai debt collector lalu merampas motor milik para korbannya.
Kapolres Serang AKBP Yudha Satria mengatakan kejadian berawal dari adanya laporan polisi yang dibuat oleh Muhammad Iqbal pada 28 April 2023. Korban melapor bahwa motor Honda Beat yang bernopol A 6602 ER milik ayahnya itu telah dirampas oleh sekelompok orang yang mengaku sebagai debt collector di Jalan Raya Serang-Jakarta, Kecamatan Cikande, Kabupaten Serang.
“Pelaku melakukan penipuan dengan cara memberhentikan kendaraan yang dikendarai oleh korban. Korbannya ini berumur 16 tahun, ia diberhentikan di jalan bahwa motor tersebut ternyata tidak melakukan pembayaran cicilan sehingga motor itu ditarik,” jelas Yudha saat konferensi pers di Mapolres Serang, Selasa (9/5/2023).
Korban yang awalnya tidak mengetahui apakah motor ayahnya tersebut mengalami tunggakan atau tidak, hanya bisa pasrah saat motor dirampas oleh para pelaku. Kemudian keluarga korban langsung melapor kepada polisi dan mengeceknya ke leasing.
“Dikatakan unsur penipuan karena mereka modusnya mengaku dari leasing ternyata faktanya dari pihak korban bahwa motor ini tidak pernah menunggak. Korban mengecek ke leasing, ternyata memang motor itu tidak pernah menunggak,” kata Yudha.
Berdasarkan hasil penyelidikan, Tim Satreskrim Polres Serang menangkap keempat orang yang mengaku debt collector tersebut di berbagai lokasi di Kecamatan Cisoka, Kabupaten Tangerang pada 3 Mei 2023 lalu. Empat pelaku tersebut rupanya sudah menjalankan perbuatannya sejak Maret 2023 dan menggasak puluhan motor yang mayoritas aksi itu dilakukan di Kota Tangerang.
“Para pelaku selama satu bulan Ramadan di bulan Maret hingga April 2023 telah melakukan aksinya sebanyak 20 kali, diantaranya 2 kali di wilayah Polres Serang dan 18 kali di wilayah Kota Tangerang,” katanya.
Para pelaku merupakan dua orang warga Kabupaten Serang yakni HA alias Beni (28) warga Kecamatan Pontang yang berperan memberhentikan kendaraan korban dan SA alias Bujil (32) warga Kecamatan Ciruas yang beraksi membawa motor korban.
Kemudian DA alias Tempe (40) warga Kecamatan Kota Bumi, Kabupaten Lampung Utara yang merupakan inisiator atau berperan mengajak teman-temannya melakukan kejahatan. Ia sendiri sebelumnya pernah bekerja sebagai petugas di perusahaan leasing. Berikutnya tersangka RS alias Dado (28) warga Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor.
“Motor itu dijual dengan harga Rp4 juta lalu hasilnya dibagi rata oleh pelaku. Dari uang Rp1 juta yang diterima para tersangka, dibelikan handphone. Ini juga handphonenya kita amankan dengan pakaian-pakaian yang digunakan,” papar Yudha.
Kapolres menyebutkan dari pengakuan pelaku, motor yang dirampas itu dijual kepada penadah berinisial DI (40) warga Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang. Lalu ia menjualnya kembali kepada IR dan dari IR motor itu dijual lagi ke Lampung.
Sejumlah barang bukti turut diamankan dari para tersangka yaitu berupa surat kosong dengan judul ‘Berita Acara Serah Terima Motor’ yang dibuat sendiri oleh para pelaku dan tidak ada hubungannya dengan leasing, kendaraan tanpa kelengkapan surat yang digunakan para tersangka yaitu Honda Beat dan Honda Scoopy, serta pakaian-pakaian yang digunakan pelaku.
“Jadi kita menangkap enam orang yaitu empat orang pelaku dan dua orang penadah. Empat pelaku diterapkan Pasal 378 tentang penipuan dan atau Pasal 372 tentang penggelapan barang. Tentunya kepada para penadah diterapkan Pasal 480 KUHP,” sambungnya.
Yudha mengungkapkan modus ini terbilang baru pasalnya kali ini para begal tersebut mengaku sebagai debt collector dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan perusahaan leasing.
“Iya modus baru karena tidak ada hubungannya dengan leasing maupun finance. Kalau yang (kasus-red) sudah-sudah itu ada hubungannya dengan leasing tetapi ternyata para matel (mata elang-red) ini tidak melaporkan ke leasingnya biasanya seperti itu kan. Tapi ini benar-benar sama sekali tidak ada hubungan dengan leasing,” terang Yudha.
Yudha mengimbau masyarakat yang pernah diberhentikan oknum yang mengaku debt collector dan melakukan penarikan paksa kendaraan di jalan, agar secepatnya melaporkan ke pihak kepolisian dan mengecek ke perusahaan leasing terkait.
“Caranya korban menelepon pihak leasing karena biasanya ada pemberitahuan berupa surat dari pihak leasing. Jadi kalau ada yang mengaku dari leasing, ya dikroscek bila perlu datangi kantor leasingnya,” ujarnya.
Yudha menegaskan penarikan atau penyitaan kendaraan, tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020. Dalam aturan itu, disebutkan bahwa perusahaan kreditur hanya bisa melakukan penarikan, atau mengeksekusi objek jaminan fidusia seperti kendaraan atau rumah secara sepihak usai meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri.
“Apapun ceritanya, pihak matel tidak diperbolehkan untuk mengambil secara paksa kendaraan apalagi di jalan. Ini masuk ke dalam perbuatan premanisme mengambil paksa. Jadi walaupun motornya nunggak, mereka (debitur-red) mempunyai hak, sebagian hak debitur sebagian kreditur,” ucap Yudha.
Sementara itu, DA yang pernah bekerja sebagai matel pada 2014-2015 silam ini mengaku sengaja mengajak teman-temannya untuk melakukan perampasan berkedok debt collector. Target kendaraan dan korbannya pun acak mulai dari anak-anak hingga ibu-ibu.
“Kendaraannya acak, korbannya juga acak aja ada yang ibu-ibu dan anak-anak,” kata DA.
Usai merampok motor para korban, ia menjualnya ke DI. Hubungannya dengan DI berawal dikenalkan oleh HA. “Setiap motor dijual dari jenis dan tahun, harganya beda. Hasil penjualan dipakai untuk kebutuhan sehari-hari,” ucapnya. (Nin/Red)