CILEGON – Wakil Ketua Komisi II DPRD Cilegon, Yusuf Amin menyesalkan terbitnya Surat Edaran (SE) Walikota Cilegon, Helldy Agustian bernomor : 900/396/Bappeda tentang Kebijakan Efisiensi Belanja Pada APBD Tahun 2023 lantaran terpaksa turut memangkas belanja program sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) secara signifikan akibat adanya defisit anggaran sekira Rp100,52 miliar pada APBD tahun 2023.
“Jangan defisit malah dijadikan alasan efisiensi. Maka minggu depan rencananya akan kami panggil seluruh OPD yang menjadi mitra Komisi II untuk menginventarisir apa saja program yang diefisiensi,” ujar Yusuf Amin, Kamis (23/2/2023).
Menurut pria yang akrab dengan sapaan Yusmin ini, legislatif selaku mitra OPD selama ini sudah bekerja secara optimal dalam menindaklanjuti program dan kebutuhan di tiap OPD hingga akhirnya disepakati dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA).
“RKA itu merupakan hasil kesepahaman bersama, dan kita sudah memberikan anggaran dan apresiasi kinerja yang muaranya adalah untuk kesejahteraan masyarakat Cilegon. Karena kesejahteraan sosial ini kan menjadi konsentrasi kami. Jangan sampai, semua yang sudah diprogramkan mitra kami tidak berjalan dengan baik hanya karena efisiensi,” jelas Politisi PDI Perjuangan ini.
Baca : SE Walikota Kaitan Efisiensi Belanja APBD Cilegon Disoal OPD, Ditolak DPRD
Sementara Wakil Ketua II DPRD Cilegon, Nurrotul Uyun menerangkan tak sebatas OPD, pihaknya lebih jauh juga akan mengundang Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk memaparkan tujuan eksekutif dari SE tersebut.
“Yang terjadi kan adanya perubahan struktur anggaran karena pengurangan dan pergeseran anggaran, maka perlu adanya koordinasi dan persetujuan dari Banggar (Badan Anggaran DPRD Cilegon). Segera TAPD akan kita panggil,” kata Uyun.
Diketahui, rapat koordinasi kebijakan efisiensi itu sejak Selasa (21/2/2023) lalu hingga hari ini masih menjadi pembahasan di internal eksekutif hingga matriks efisiensi yang dirumuskan masih mengundang kontroversi di sejumlah pejabat internal OPD.
“Kebijakan efisiensi ini jelas akan mempengaruhi kinerja pegawai, mengurangi penilaian kinerja dan berpengaruh pada honor TPP (Tambahan Penghasilan Pegawai) hingga berujung pada serapan anggaran,” ungkap salah seorang pejabat OPD kepada BantenNews.co.id.
Sebaliknya, sumber ini menilai bahwa kebijakan efisiensi tersebut malah cenderung terkesan sarat dengan kepentingan politis, guna membatasi ruang gerak politik anggaran oleh elit partai politik yang berkepentingan.
“Jangan karena kebijakan politis pemimpin malah ASN yang dikorbankan, kenapa ? kebijakan ini secara otomatis akan melakukan pembunuhan karakter terhadap ASN di mata masyarakat karena terkesan tidak bisa kerja, karena kegiatan tidak mampu dilaksanakan,” katanya.
(dev/red)