Beranda Kesehatan Tekan Angka Kematian Ibu-Bayi, Bupati Serang : Semua Elemen Harus Berperan

Tekan Angka Kematian Ibu-Bayi, Bupati Serang : Semua Elemen Harus Berperan

Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah saat membuka Workshop Lintas Sektor Penggalangan Komitmen Lintas Stakeholder Gerakan Penyelamatan Ibu dan Bayi Baru Lahir, dan Soft-Launching Program MPHD Indonesia di Hotel Forbis Kecamatan Waringin Kurung pada Selasa, 26 April 2022. Foto: Diskominfosatik Kabupaten Serang

KAB. SERANG – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Serang menyoroti dan memberikan perhatian khusus terkait upaya penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi (AKI dan AKB) di Kabupaten Serang.

Untuk itu, Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah mengajak semua elemen untuk bersama-sama menurunkan AKI dan AKB yang masih terbilang tinggi.

“Memang di Kabupaten Serang dari data itu cukup tinggi. Jadi, seperti saya sampaikan ini perlu kerja bersama tidak hanya menjadi tugas Dinas Kesehatan atau Dinas KB (DKBPPPA) tetapi semua fasilitas kesehatan milik pemda dan milik swasta. Peran di tengah masyarakat ini yang harus kita optimalkan. Kaya tadi, peran tokoh agama, tokoh masyarakat dan kader kesehatan,” ujar Tatu pada Selasa (26/4/2022).

Masih tingginya AKI dan AKB baru lahir di Kabupaten Serang didominasi oleh faktor kesehatan yang masih rendah yakni rata-rata mengidap penyakit tidak menular meliputi jantung dan hipertensi.

“Karena intinya ibu hamil ini harus kita perhatikan oleh semuanya, berdasarkan catatan di Kabupaten Serang ini kalau kita lihat dari sisi data-data yang tadi dipaparkan, ibu hamil ini dari tingkat pemahaman tentang kesehatan masih rendah. Ini kan dari pola hidup yang sudah lama sebelum dia hamil, dari pola hidup. Banyak sekarang yang tadinya tidak hipertensi, kemudian pas hamil muncul hipertensi kan itu bahaya, kemudian pendarahan, dan itu berkaitan dengan gizi,” tambah Tatu.

Menurut data dari Dinkes atas AKI baru melahirkan dan AKB baru lahir dalam 3 tahun terakhir yakni pada tahun 2019, ibu meninggal sebanyak 66 orang dan 275 bayi. Tahun 2020 terdapat ibu meninggal 64 orang dan 260 bayi.

Sedangkan pada 2021 mengalami kenaikan pada AKI baru melahirkan menjadi 77 orang ibu meninggal dan penurunan AKB baru lahir yaitu 209 bayi.

Menurut Tatu, penurunan AKI dan AKB tak bisa hanya dilakukan oleh Pemda namun juga harus dilakukan oleh semua sektor seperti tokoh masyarakat di lingkungan masing-masing. Hal itu disebut bisa memicu untuk menumbuhkan rasa kesadaran dari ibu hamil untuk memeriksakan kandungannya.

“Kalau tokoh masyarakat ini misalkan ada yang hamil kita harus reflek (bertanya), ibu udah periksa belum? Nah itu harus jadi perhatian dari semua orang sekitarnya terhadap orang yang hamil, jadi bukan tugas dari keluarganya saja. Pertanyaan tersebut akan membuat ibu hamil berpikir untuk periksa,” kata Tatu.

Tatu berharap, dengan dilaksanakannya program Gerakan Penyelamatan Ibu dan Bayi Baru Lahir bisa berdampak positif untuk Kabupaten Serang.

“Mudah-mudahan dengan program ini yang di sinergikan dengan seluruh stakeholder, bisa menurunkan cukup signifikan baik kematian ibu yang melahirkan dan bayi yang baru lahir,” ungkap Tatu.

Program tersebut merupakan program di bawah penanggung jawab Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Dinas Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKBPPPA) Kabupaten Serang yang mendapatkan program dari Kementrian Kesehatan (Kemenkes) dan USAID (United States Agency for International Development) untuk menurunkan tingkat kematian ibu dan bayi baru lahir.

Turut hadir Perwakilan USAID, perwakilan Dinkes Provinsi Banten, Asda I Bidang Administrasi Pemerintahan dan Kesra Nanang Supriatna, Kepala Bappeda Rachmat Maulana, Kepala Dinkes Agus Sukmayadi, Direktur RSDP Rahmat Setiadi, Kepala DKBP3A Tarkul Wasyit, dan Kepala Diskominfosatik Anas Dwisatya Prasadya.

Kepala Dinkes Kabupaten Serang Agus Sukmayadi mengatakan, untuk menekan AKI dan AKB idealnya membutuhkan sekitar 40 sampai 50 puskesmas. Hal itu dilihat berdasarkan jumlah 1,6 juta penduduk terhadap pelayanan kesehatan.

“Kenapa demikian, karena memang peran dari Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan milik pemerintah yang punya kewilayahan yang perannya cukup signifikan,” ujar Agus.

Agus menambahkan, tingginya AKI dan AKB yaitu akibat empat faktor seperti keterlambatan untuk dirujuk ke pelayanan kesehatan, terlalu muda saat melahirkan, terlalu tua saat melahirkan atau terlalu banyak anak yang menjadi salah satu penyebabnya. Namun, penyebab utama terjadi pendarahan pada saat melahirkan karena kurangnya gizi dari ibu hamil.

“Kemudian kondisi kesehatan pada umumnya untuk ibu hamil 3 bulan pertama harus kontak dengan tenaga kesehatan yaitu bidan di puskesmas, sehingga diperiksa data lengkap kondisi kesehatannya. Kemudian 9 bulan minimal kontak 4 kali dengan tenaga kesehatan, jadi pada saat akan melahirkan kita siapkan tempat pelayanan dan lainnya,” ungkap Agus. (Nin/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News