JAKARTA – Keputusan pemerintah dan PT Pertamina (Persero) yang menaikkan harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) RON 92 atau pertamax jadi Rp12.500 per liter menuai beragam polemik di lapangan.
Pengamat ekonomi, Josua Pardede lantas menyebut, potensi kenaikan pengguna Pertalite semakin menguat seiring kenaikan harga Pertamax akibat harga yang cukup jauh. Ia mengkhawatirkan, jumlah pengguna Pertalite meledak.
“Karena itu perlu ada pembatasan agar shifting ini sebisa mungkin tidak terjadi. Misal, kendaraan mewah dengan kapasitas mesin atau merek tertentu yang tadinya merupakan konsumen Pertamax, dilarang mengisi BBM Bersubsidi,” ujar Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, Minggu (3/4/2022).
Ia berharap, tidak hanya mengurangi konsumsi Pertalite untuk kendaraan pribadi tapi juga secara tegas melarang seluruh kendaraan milik pemerintah dan BUMN menggunakan Pertalite.
Hal ini dianggap penting karena dilakukan agar bisa memenuhi kebutuhan Pertalite untuk masyarakat menengah ke bawah selaku konsumen utama Pertalite.
Ia berharap, keputusan Pemerintah yang menaikkan Pertamax dan memilih untuk mempertahankan harga Pertalite lebih diapresiasi.
Hal ini dilakukan demi menjaga daya beli masyarakat, terlebih pandemi Covid-19 membuat tekanan ekonomi makin besar. Namun, dengan adanya Pertalite, masyarakat menengah ke bawah masih punya opsi BBM murah.
“Sementara Pertamax memang layak dinaikkan harganya mengingat konsumen dari Pertamax kecenderungannya adalah masyarakat menengah atas. Dua kebijakan ini (kenaikan harga Pertamax dan menahan harga Pertalite) bagus, hanya tinggal bagaimana agar shifting tidak terjadi,” ujarnya. (Red)