SERANG – Video warga Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak membakar empat unit kendaraan roda dua menjadi perhatian publik. Video tersebut diambil pada saat masyarakat adat yang akrab disapa Baduy tersebut usai merazia warga yang memiliki kendaraan bermotor.
Informasi yang diperoleh, sebelumnya empat pemilik kendaraan bermotor tersebut sudah sering diperingatkan agar keluar dari Baduy atau tetap di Baduy dengan syarat menjual kendaraan bermotor miliknya.
“Si pelaku sudah berkali-kali diingatkan, diberi kesempatan. Kalau mau tetap di Baduy silakan dijual untuk aset berupa pohon atau aset lain untuk huma,” kata pemerhati masyarakat adat Baduy, Uday Suhada, Sabtu (3/7/2021).
Karena tak mengindahkan nasihat dan aturan adat, tetua dan tokoh masyarakat Kanekes kesal dengan ulah para oknum masyarakat Baduy. Pada saat kejadian, Jumat (2/7/2021) pelaku yang sudah diingatkan dan diberi teguran berkali-kali oleh lembaga adat melintas di daerah Cijahe menggunakan sepeda motor.
“Seperti menyinggung tokoh adat yang sedang kumpul berada di sana. Mencoba dihentikan tokoh adat, dua pengendara motor malah kabur. Dikejar dan akhir dapat. Makanya langsung diambil tindakan tegas. Razia dan dapat enam motor. Empat dibakar, dua unit lain dijual karena pemiliknya mengikuti saran tetua adat untuk tidak menggunakan sepeda motor,” ujar Uday.
Video pembakaran motor itu diunggah oleh Uday Suhada melalui akun media sosialnya. “Kekhawatiran saya September 2020 akhirnya terjadi juga. Jumat siang kemarin (2/7/2021), empat dari enam sepeda motor yang berhasil dirazia oleh Lembaga Adat Kanekes kemudian harus dimusnahkan dengan cara dibakar,” kata Uday.
Dalam video tersebut, tampak dua orang menggunakan pakaian adat Kanekes membakar sepeda motor. Api yang menyala langsung melalap kendaraan roda dua milik warga adat tersebut.
“Lembaga Adat Kanekes begitu mengagumkan. Mereka konsisten menegakkan hukum. Apapun pelanggarannya dan siapapun pelakunya, diperlakukan sama di muka hukum. Itulah keteguhan para pengabdi, Urang Kanekes, Urang Baduy, para penjaga alam,” kata Uday.
Razia terhadap benda-benda dan perangkat teknologi modern, lanjut Uday seringkali dilakukan di Baduy. Setidaknya, razia besar-besaran dilakukan setiap setahun sekali. Razia juga dilakukan saat ada kecenderungan masyarakat adat Baduy mengambil jalan pintas untuk mengerjakan pekerjaan menggunakan mesin.
“Dulu pernah juga ada razia chainsaw atau gergaji mesin. Diam-diam rupanya ada yang memiliki alat tersebut dan digunakan di tengah hutan. Namanya di gunung kan pasti suara deru mesinnya kedengaran. Langsung dirazia dan dibakar,” kata Uday menceritakan peristiwa lalu.
Selain itu, banyak barang-barang seperti tape recorder, lampu, dan peralatan lain kerap kali ditemukan di rumah-rumah warga. Bahkan termos untuk air panas yang digunakan untuk menjamu tamu yang singgah di rumah Jaro tak luput dari razia. “Bayangkan penegakkan aturan di sana tidak pandang bulu kepada siapa saja,” ucapnya.
Hal yang paling dikhawatirkan masyarakat adat Baduy saat ini, kata dia, penggunaan telpon pintar berbasis android. Dari informasi yang ia peroleh ada sebanyak 9.000 nomor ponsel teregister dengan nama masyarakat Baduy Luar. Sebanyak 6.000 di antaranya dalam kondisi aktif. Total penduduk masyarakat Baduy saat ini sekira 14.600 warga.
“Rata-rata kecil prosentasenya media sosial yang digunakan untuk menjual produk suvenir atau madu, lebih banyak untuk bermedia sosial, mulai dari berselancar YouTube dan TikTok,” kata Uday.
Fenomena tersebut dirasa sangat mengkhawatirkan. “Makanya saya pernah meminta kepada Bupati Lebak dan Kadiskominfo untuk menjadikan area Baduy menjadi blank spot. Sebab jika tidak dicegah, kekhawatiran saya orang Baduy akan punah satu generasi (terputus dari aturan adat),” imbuhnya.
Dengan banyaknya penggunaan media sosial di kalangan masyarakat adat Baduy, Uday melihat dampak sosial yang serius. “Mudahnya mengakses media sosial dan internet, menjadikan sebagian pemuda di Baduy membuka situs yang tidak baik. Akhirnya memicu persoalan sosial lain seperti kasus pemerkosaan yang pernah terjadi menimpa gadis Baduy. Belum lagi media sosial yang menonjolkan kecantikan perempuan Baduy di media sosial. Saya berpesan kepada konten kreator, jangan mengeksploitasi kecantikan perempuan Baduy.”
Sebab, kata dia, tugas hidup orang Kanekes paling utama yaitu bertapa atau Ngamandala, hidup di sebuah Mandala. Hidup sederhana berdampingan dengan alam. Sedangkan tugas masyarakat Baduy Luar menjaga para pertapa.
(You/Red)