JAKARTA – Komisi Yudisial (KY) menyelenggarakan 10 kali pelatihan bagi 600 hakim dari berbagai wilayah di seluruh Indonesia. Sejumlah 472 Hakim telah mengikuti Pelatihan Eksplorasi Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bertajuk “Studi Kasus Laporan Masyarakat di KY 2021”.
KY bekerja sama dengan Mahkamah Agung (MA) juga mengadakan pelatihan bagi 64 Hakim Sertifikasi Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) untuk menjadikan para hakim tersebut berwenang menangani perkara perburuhan.
“Di tahun 2022 ini memang terjadi kenaikan drastis pada jumlah hakim yang mengikuti pelatihan, dari 281 pada tahun sebelumnya menjadi 600 Hakim. Sejak bulan April semua pelatihan berlangsung secara tatap muka dengan mematuhi ketentuan prokes secara ketat,” ujar Ketua Bidang Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas Hakim Sukma Violetta dalam konferensi pers Refleksi Akhir Tahun KY Tahun 2022, Rabu (28/12) di Lobby KY, Jakarta.
Menurut Sukma, KY fokus mengadakan pelatihan kode etik bagi ratusan hakim dengan menggunakan metode “Experiential Learning”, karena berbasis studi kasus yang merujuk pada perbuatan riil hakim yang dilaporkan masyarakat kepada KY. Hal ini guna memudahkan peserta untuk memahami batasan-batasan perilaku yang wajib dipatuhi hakim. Pelatihan diberikan kepada para hakim dari peradilan umum, agama dan tata usaha negara.
Selain pelatihan kode etik hakim, KY juga mengadakan pelatihan untuk menyiapkan hakim bersertifikasi dalam menangani perkara perselisihan hubungan industrial, khususnya dikaitkan dengan adanya ketentuan baru berdasarkan UU Cipta Kerja. Di luar pelatihan bagi 600 hakim, KY juga bekerja sama dengan Jimly School of Law and Government dalam mengadakan pelatihan bagi hakim tinggi bertema Sistem Manajemen Peradilan dan Implementasi Kode Etik Hakim .
“KY menggunakan kesempatan bertemu dengan ratusan hakim untuk menyampaikan hal-hal lain yang belum dikenal luas di kalangan hakim. Misalnya tentang keterlibatan KY melakukan advokasi hakim, dalam hal terdapat perbuatan yang merendahkan martabat hakim seperti mengancam atau memukul Hakim, menyerang dan merusak pengadilan. Banyak hakim yang belum mengetahui jika mengalami hal seperti ini dapat meminta bantuan KY. KY juga berkesempatan klarifikasi hal-hal penting, misalnya terkait prosedur penanganan laporan masyarakat di mana hakim tidak perlu khawatir jika diminta keterangan oleh KY, karena hal tersebut baru dilakukan jika sudah ada bukti-bukti yang cukup tentang dugaan pelanggaran kode etik oleh hakim,” ungkap Sukma.
Setelah menjalani pelatihan Kode Etik Hakim, terdapat kenaikan signifikan pada peserta tentang pemahamannya mengenai apa yang wajib dilakukan hakim maupun yang dilarang. Secara umum terjadi kenaikan dari 10 sampai dengan 16.79 poin. Selain itu, dilakukan pengukuran dampak keberhasilan pelatihan. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana konsistensi peserta pelatihan KEPPH dalam berperilaku sesuai dengan Kode Etik Hakim dalam menjalankan profesinya sebagai hakim, sebelum dan sesudah pelatihan. Untuk itu KY telah mewawancarai 344 hakim, baik hakim yang telah menjalani pelatihan KY maupun atasan dan kolega para hakim tersebut. (Red)