SERANG – Lapangan kerja di Provinsi Banten kian terbatas. Tingginya upah menjadi salah satu penyebab gelombang migrasi perusahaan ke luar Banten untuk mencari daerah yang memiliki upah rendah. Pemerintah daerah dinilai belum mampu menjaga iklim investasi yang sehat di Banten.
Ketua Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko mencatat hingga Juni 2019 sebanyak 25 pabrik alas kaki hengkang dari Banten termasuk dari Tangerang, hijrah ke Jawa Tengah (Jateng).
“Kita relokasi dari Tangerang (Banten), relokasi pabrik ke Jateng. UMP di Jateng, masih cukup bagus,” ucapnya dilansir dari CNBCindonesia.
Upah di level Provinsi Banten dengan UMP hanya Rp 2,2 juta pada 2019, tapi UMK di beberapa kabupatennya seperti Kota Cilegon sampai Rp 3,9 juta, Tangerang Rp 3,8 juta. Upah sektoral industri alas kaki di Tangerang mencapai Rp 4,2 juta.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziah menyebutkan mengakui kesenjangan upah menjadi salah satu penyebab angkat kakinya perusahaan dari Banten. Pemilik pabrik lebih memilih wilayah provinsi dengan upah rendah ketimbang Banten yang tergolong masih tinggi.
“Memang masih ada kesenjangan upah kan. Banyak itu karena mereka kemudian mengalihkan ke Jawa Tengah,” ujarnya.
Untuk mengantisipasi pemutusan hubungan kerja (PHK) pihaknya menyiapkan kartu pra kerja. Kartu prakerja tidak hanya ditujukan bagi para pencari kerja. Tetapi juga mereka yang berpengalaman kerja dan membutuhkan upskilling atau reskilling.
“Atau para pekerja yang kemungkinan terjadi PHK. Jadi mereka kemudian mendapatkan pelatihan,” jelasnya.
Gubernur Banten Wahidin Halim menyatakan, ada beberapa masalah penyebab pengangguran di Banten. Salah satunya, banyaknya pendatang yang ingin mencari kerja di Banten.
Wahidin menyarankan agar pendatang yang bermaksud mencari kerja di Provinsi Banten untuk benar-benar mempersiapkan kompetensinya mengingat tingkat persaingannya sangat tinggi.
Disisi lain pria yang akrab disapa WH tersebut menilai persoalan pengangguran meruapakan permasalahan nasional. Di mana Banten juga mengalami persoalan serupa layaknya daerah-daerah lain di Indonesia.
“Jadi memang, persoalan tersebut menjadi permasalahan nasional dan membutuhkan kerjasama semua pihak,” ungkapnya. (You/Red)