SERANG – Penelitian hasil kerja sama tim vulkanologi UGM, Badan Geologi, BKSDA Bengkulu Lampung, LAPAN, dan BNPB mempublikasikan hasil penelitian longsoran Gunung Anak Krakatau yang menyebabkan tsunami di Laut Selat Sunda dan menghantam wilayah Banten dan Lampung pada 2018 silam.
Hasil penelitian ini juga dipublikasikan di jurnal internasional Indonesian Journal of Geography dan dishare di akun Instagram @krakatau_cal_cal pada Sabtu (30/1/2021).
“Kami melakukan pemetaan topografi, menghitung volume longsor lebih detail, dan memetakan endapan longsor bawah laut akibat kejadian bencana erupsi Anak Krakatau Desember 2018 silam yang memicu tsunami di Selat Sunda,” tulis akun yang menginformasikan berbagai aktivitas Gunung Anak Krakatau itu.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa volume longsornya lereng gunung anak Krakatau pada 22 Desember 2018, yaitu kurang lebih sebesar 127 juta m^3 (meter kubik-red). Material vulkanik dengan volume tersebut mayoritas terendapkan di bawah laut dengan ketebalan rata-rata mencapai 31 meter.
“Kami juga memetakan sebaran material vulkanik akibat kejadian longsor dan erupsi Desember 2018 (warna merah pada gambar/slide 1) yaitu kurang lebih seluas 15 km^2,”
Pada gambar/slide kedua, menganalisis morfologi dan retakan/struktur di Gunung Api Anak Krakatau sebelum dan sesudah kejadian Desember 2018. Hasil analisis menunjukkan adanya kemungkinan dua bidang gelincir yang memicu adanya longsoran gunung api Anak Krakatau Desember 2018.
“Demikian sobat Krakatau hasil investigasi kami, semoga infromasi yang kami berikan berguna untuk edukasi terkait kejadian longsornya lereng gunung api anak Krakatau yang memicu tsunami di selat sunda Desember 2018 silam. Selamat beraktivitas,”
Sumber gambar dan referensi:
Darmawan, H. et al. Topography and structural changes of Anak Krakatau due to the December 2018 catastrophic events. Indonesian Journal of Geography 52, 402 – 410, doi:https://doi.org/10.22146/ijg.53740 (2020).
(Red)